Rabu, 02 Februari 2011

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DENGAN METODE KRITIK DEPIKTIF

Kritik Depiktif yaitu : metode kritik dalam arsitektur yang cenderung tidak dipandang sebagai sebuah bentuk kritik, karena ia tidak didasarkan pada pernyataan baik atau buruk sebuah bangunan. Sebagaimana tradisi dalam kritik kesenian yang lain, metode ini menyatakan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi disana


Stasiun Kereta Api Jakarta Kota (kode: JAKK), dikenal pula sebagai Stasiun Beos adalah stasiun kereta api yang berusia cukup tua di Kota Tua Jakarta dan ditetapkan oleh Pemerintah Kota sebagai cagar budaya. Stasiun ini adalah satu dari sedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan akhir), yang tidak memiliki kelanjutan jalur.
Keberadaannya pada saat ini diributkan karena hendak direnovasi dengan penambahan ruang komersial. Padahal, stasiun ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, selain bangunannya kuno, stasiun ini merupakan stasiun tujuan terakhir perjalanan. Seperti halnya Stasiun Surabaya Kota atau Stasiun Semut di Surabaya yang merupakan cagar budaya, namun terjadi renovasi yang dinilai kontroversial.



Sejarah
Pada masa lalu, karena terkenalnya stasiun ini, nama itu dijadikan sebuah acara oleh stasiun televisi swasta. Hanya saja mungkin hanya sedikit warga Jakarta yang tahu apa arti Beos yang ternyata memiliki banyak versi.
Yang pertama, Beos kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya, dimana berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.
Sebenarnya, masih ada nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini yakni Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta api. Satunya adalah Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. Batavia Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Pada tahun 1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan dikelola oleh Staatsspoorwegen. Pada waktu itu kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok belum termasuk gemeente Batavia.

Batavia Zuid, awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk renovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun, kereta api-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 m dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931.
Di balik kemegahan stasiun ini, tersebutlah nama seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels. Bersama teman-temannya seperti Hein von Essen dan F. Stolts, lelaki yang menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delft itu mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA). Karya biro ini bisa dilihat dari gedung Departemen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur, Rumah Sakit PELNI di Petamburan yang keduanya di Jakarta dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta.
Stasiun Beos merupakan karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.
Masa kini
Stasun Jakarta Kota akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya melalui surat keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. Walau masih berfungsi, di sana-sini terlihat sudut-sudut yang kurang terawat. Keberadaannya pun mulai terusik dengan adanya kabar mau dibangun mal di atas bangunan stasiun. Demikian pula kebersihannya yang kurang terawat, sampah beresrakan di rel-rel kereta. Selain itu, banyak orang yang tinggal di samping kiri kanan rel di dekat stasiun mengurangi nilai estetika stasiun kebanggaan ini. Pihak KA sendiri seolah-olah tidak memperhatikan hal ini.



Ciri khas yang mudah diingat dari stasiun ini adalah struktur atap melengkung yang mengekspos baja. Terlihat sangat indah dan kesan kuat semakin terasa. Stasiun ini selalu dipenuhi penumpang baik pagi hari, siang, ataupun malam. Di depan stasiun ini pun dipenuhi banyak kendaraan umum yang mengantre menunggu para calon penumpang.





ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DENGAN METODE KRITIK INTERPRETIF

K R I T I K I N T E R P R E T I F
• Kritikus sebagai seorang interpreter atau pengamat yang sangat personal
• Bentuk kritik cenderung subjektif namun tanpa ditunggangi oleh klaim doktrin, klaim objektifitas melalui pengukuran yang terevaluasi.
• Mempengaruhi pandangan orang lain untuk bisa memandang sebagaimana yang kita lihat
• Menyajikan satu perspektif baru atas satu objek atau satu cara baru memandang bangunan (biasanya perubahan cara pandang dengan “metafor” terhadap bangunan yang kita lihat)
• Melalui rasa artistiknya mempengaruhi pengamat merasakan sama sebagaimana yang ia alami
• Membangun satu karya “bayangan” yang independen melalui bangunan sebagaimana miliknya, ibarat sebuah kendaraan.

KAMPUS G Universitas Gunadarma



Sebagai Mahasiswa Arsitektur Universitas Gunadarma, memang sudah kewajiban saya menerima untuk menimba ilmu di gedung G ini, dari 4 Kampus yang ada di Depok (D, E, G, H-red) 97% waktu kuliah saya adalah di kampus ini.Dari segi desain bangunan ini Nampak tak jauh beda dari bangunan kampus Gunadarma yang lainnya, namun saat berada di dalamnya, perbedaan sangat terasa di Kampus ini.

Dari segi fasilitas, gedung ini bisa dibilang di-“anak tiri”-kan, selain jumlah mahasiswa yang sedikit (sehingga suasana sore hari sering sekali sangat sepi), parkiran motor yang panas (sebelum tahun ajaran baru 2010 parkir motor tidak ada atap), serta parkir mobil yang sempit (kadang harus parkir parallel dengan “gigi netral” agar Pak Satpam bisa mendorong bila ada mobil lain yang ingin keluar, ruangan kelas pun sangat panas (belum semua ruangan diberi AC), serta tidak adanya fasilitas Internet Lounge di kampus ini seperti di kampus E atau D.

Mungkin mood kuliah saya selama 4 tahun ini akan sedikit lebih bersemangat kalau saja fasilitas di G ini disamaratakan dengan kampus lainnya, dengan vegetasi yang ditambah misalnya, agar suasana siang hari tidak terlalu panas, penambahan fasilitas yang biasa ada di kampus lain, dan banyak hal lagi dalam mengolah gedung kampus G ini.

ANALISIS BANGUNAN PUBLIK DENGAN METODE KRITIK EVOKATIF

K R I T I K E V O K A T I F
• Evoke : menimbulkan, membangkitkan
• Ungkapan sebagai pengganti cara kita mencintai bangunan
• Menggugah pemahaman intelektual kita atas makna yang dikandung bangunan
• Membangkitkan emosi rasa kita dalam memperlakukan bangunan
• Kritik evokatif tidak perlu menyajikan argumentasi rasional dalam menilai bangunan
• Kritik evokatif tidak dilihat dalam konteks benar atau salah tetapi makna yang
terungkap dan pengalaman ruang yang dirasakan.
• Mendorong orang lain untuk turut membangkitkan emosi yang serupa sebagaimana
dirasakan kritikus
KRITIK EVOKATIF DISAMPAIKAN DALAM BENTUK :
a. Kritik Naratif
b. Kritik Fotografi (Intensify, Eteherial, Juxtaposition, Assosiation, Moment of Truth)
(sumber : http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/raziq_hasan/materi-kuliah/kritik-arsitektur)

'Tanah Lot' adalah sebuah objek wisata di Bali, Indonesia. Di sini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dewa-dewa penjaga laut.


gambar pintu masuk Tanah Lot

Legenda
Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben 'akhirnya' menjadi pengikut Danghyang Nirartha.

Lokasi
Suasana di tepi pantai Tanah Lot
Obyek wisata tanah lot terletak di Desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, sekitar 13 km barat Tabanan. Disebelah utara Pura Tanah Lot terdapat sebuah pura yang terletak di atas tebing yang menjorok ke laut. Tebing ini menghubungkan pura dengan daratan dan berbentuk seperti jembatan (melengkung). Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam (sunset), turis-turis biasanya ramai pada sore hari untuk melihat keindahan sunset di sini.

Fasilitas
Dari tempat parkir menuju ke area pura banyak dijumpai art shop dan warung makan atau sekedar kedai minuman. Juga tersedia toilet bersih yang harga sewanya cukup murah untuk kantong wisatawan domestik sekalipun.
(sumber : wikipedia)



Medio Juni 2009 lalu saya beserta seluruh mahasiswa Arsitektur Universitas Gunadarma melakukan perjalanan Kuliah Kerja ke Bali selama satu minggu, pengalaman yang sangat berharga buat saya karena ni kali pertama menginjakkan kaki di tempat yang disebut paling banyak dikujungi warga asing di Indonesia.
Dari beberapa tempat yang saya kunjungi, tibalah saya di TANAH LOT. Karena saya seorang Muslim, terucaplah kalimat subhanallah yang menggambarkan kekaguman saya pada Sang Pencipta yang sudah menciptakan tempat seindah ini.
Bangunan utama di Tanah Lot terletak di sebuah batu besar yang terapung diatas laut, kita hanya bias masuk ke purabtersebut bila air sedang surut. Sayang sekali karena saat saya kesana air laut sedang pasang sehingga saya pun harus mengubur keinginan saya untuk dapat bisa kesana.

pintu masuk yang terhalang karena air pasang


Bangunan di Tanah Lot sangat kental dengan nuansa Bali yang identik dengan nuansa Agama Hindu dengan berbagai kisahnya yang sangat bias memuaskan mata kita. Berada di tengah laut dengan ditemani desir ombak dan tiupan angin membuat cuaca panas di siang hari pun terkalahkan leh keindahan yang disajikan di Tanah Lot.
Bagi Anda yang belum pernah atau sama sekali belum ingin kesana, sebaiknya segeralah Anda nikmati keindahan yang ditawarkan Tanah Lot di BALI. “Kalau orang luar negeri sangat ingin kesana, kenapa kita orang Indonesia belum kesana?”